Jumat, 21 Desember 2012

Lain Lubuk Lain Kepala

Lain lubuk lain airnya lain pula ikannya
Lain orang lain kepala lain pula hatinya
Ada yang berbudi, ada pendengki
Ada yang peramah, ada pemarah
Lain lubuk lain airnya lain pula ikannya
Lain orang lain kepala lain pula hatinya

Tanya dirimu termasuk orang yang manakah
Supaya tahu siapakah anda sebenarnya
Bila ternyata anda termasuk yang celaka
Perbaikilah kelakuan anda secepatnya

Kalau sudah anda berbudi mudah mengarahkannya
Kalau sudah mengenal diri mudah tuk merubahnya
Bila kau pendusta coba jujurlah
Bila kau pendosa coba sadarlah
Lain lubuk lain airnya pula ikannya
Lain orang lain kepala lain pula hatinya

(Diciptakan oleh: Rhoma Irama)

Senin, 22 Oktober 2012

Menghadapi Permasalahan

Imam Syafi'i RA, berkata :

"Menganggap benar dengan hanya satu pandangan merupakan suatu bentuk ketertipuan.

Berpegangan dengan suatu pendapat itu lebih selamat dari pada berkelebihan dan penyesalan.

Melihat dan berpikir, keduanya akan menyingkap keteguhan hati dan kecerdasan.

Bermusyawarah dengan orang bijak merupakan bentuk kemantapan jiwa dan kekuatan mata hati.

Maka, berpikirlah sebelum menentukan suatu ketetapan, atur strategi sebelum menyerang, dan musyawarahkan terlebih dahulu sebelum melangkah maju ke depan."

Minggu, 21 Oktober 2012

Pekerjaan terberat

Imam Syafi'i RA, berkata :

Pekerjaan terberat itu ada tiga;
Sikap dermawan di saat dalam keadaan sempit,
Menjauhi dosa di kala sendiri,
Berkata benar di hadapan orang yang ditakuti.

Terapi ujub (bangga diri)

Imam Syafi'i RA, berkata :

"Jika engkau mengkhawatirkan munculnya rasa ujub dalam aktifitasmu, maka lihatlah, keridhaan siapa yang kamu inginkan, pahala dari siapa yang kamu harapkan, dan siapa yang kamu takuti, kesehatan mana yang kamu syukuri, cobaan mana yang kamu ingat. Maka jika engkau memikirkan satu di antara hal-hal tadi, niscaya aktifitas yang kamu kerjakan akan tampak kecil di matamu."

Sabtu, 07 April 2012

Lampu Merah

Suatu hari Jaka memacu mobilnya di tengah kota. Amir dan Badu yang ikut menumpang jadi ketar-ketir melihat cara menyetir Jaka yang ugal-ugalan.

"Jak, tadi kan lampu merah, kok lo terus aja? Bisa tabrakan nanti kita..." keluh Amir.

Dengan santai Jaka menjawab, "Ah, abang ane selalu begitu, sampe sekarang sehat-sehat aja."

Tak berapa lama kemudian, mereka tiba di lampu merah berikutnya. Walaupun lampu menyala merah, Jaka tetap tancap gas.

"Wah, kalo begini terus bisa mati kita nih... Paling kaga nginep di rumah sakit..." kata Badu kuatir.

Namun lagi-lagi Jaka menjawab, "Elo bedua tenang aje deh. Abang ane selalu nerobos lampu merah, nyatenye sampe sekarang dia sehat-sehat aje."

Sampai ketika mereka tiba lagi di persimpangan, tiba-tiba lampu hijau menyala. Dengan serta merta Jaka menginjak rem sampai mobilnya berhenti. Amir dan Badu yang heran kemudian bertanya.
"Kok malah berhenti? Kan lampunya hijau?"

"Tentu aje ane berenti," jawab Jaka, "Coba elo bayangin, di sebelah sana kan lagi merah. Lha, kalo abang ane lewat dari sebelah sana gimana? Bisa ancur kita!"

"???" Amir dan Badu geleng-geleng kepala.

Rabu, 14 Maret 2012

Pemimpin yang Zuhud.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh," Ustadz Amir menyapa murid-muridnya. Hari itu ustadz Amir datang terlambat.

"Wa alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab murid-murid serempak.

"Selamat pagi, anak-anak, maafkan bapak, hari ini datang agak terlambat," kata Ustadz Amir seraya membuka kitab.

"Selamat pagi pak guru," jawab murid-murid.

"Hari ini bapak akan menceritakan sebuah kisah tentang Khalifah Umar bin Abdul Aziz." Kata Ustadz Amir memulai pelajaran.

"Pada suatu ketika, ada seorang wanita datang dari Irak hendak bertemu dengan Amirul Mu'minin Umar bin Abdul Aziz. Sesampai di pintu rumahnya, dia terheran-heran, kenapa tak ada pengawal atau penjaga rumah. Sehingga dia menyangka salah jalan, atau keliru rumah, lalu bertanya, "Benarkah ini rumah Amirul Mu'minin?"

"Ya," jawab orang-orang.

Wanita itu bertanya kembali, "Apakah tidak ada penjaga pintunya? Saya akan meminta izin padanya."

Mereka menjawab, "Memang tidak ada. Kalau mau, masuk saja."

Wanita itu kemudian masuk, dan didapatinya Fatimah binti Abdul Malik, istri Amirul Mu'minin, sedang duduk dalam rumah. Kedua lengan bajunya disingsingkan, rupanya dia sedang bekerja membuat kain.
Wanita itu mengucapkan salam, yang kemudian dijawab oleh Fatimah, "Masuklah, ahlan halalti, wa sahlan nazalti." (Anggaplah keluarga sendiri, dan singgah di tempat yang nyaman).

Wanita itu memandang sekeliling rumah, tetapi tak ada satu pun barang berharga. Kemudian iapun membalas sambutan tuan rumah, "Sungguh serasa dalam keluarga sendiri saja saya rasakan. Sedang kenyamanan tidak saya dapati di sini. Apakah saya akan tetap meminta rumahku diperbaiki, sedang rumah ini sendiri reyot begini?"

"Demi Allah," kata Fatimah, "Sesungguhnya kalau rumah ini reyot, maka hal itu untuk membangun rumah-rumah kaum muslimin."

Tak lama datanglah Khalifah Umar, lalu masuk rumah seraya mengucapkan salam, dan langsung menuju sumur di sudut rumah. Dikeluarkannya timba dari dalam sumur, lalu airnya diisikan ke dalam bejana-bejana yang ada. Dalam pada itu, dia memangdang terus kepada Fatimah. Mungkin ingin bertanya padanya tentang tamunya itu. Tetapi, wanita itu kemudian berkata kepada Fatimah, "Sembunyilah dari tukang timba ini. Saya lihat dia selalu memandang kepadamu. Alangkah buruknya!"

"Sesungguhnya dia itu bukan tukang timba," kata Fatimah menerangkan, "Dia Amirul Mu'minin."

Mendengar itu, berkatalah wanita itu, "Panjang umurlah engkau untuk kami hai Umar. Sungguh tak ada bedanya engkau dari kami, selain dengan banyaknya kerja keras dan zuhud yang berat."

"Nah anak-anakku hikmah apa yang dapat kita ambil dari cerita tadi?" tanya ustadz Amir pada murid-muridnya.

"Seorang pemimpin yang miskin pak guru," jawab Badu, murid yang suka menjahili temannya.

"Seorang pemimpin yang bekerja keras pak guru," kata Aminah tak mau kalah.

Mendengar jawaban murid-muridnya Ustadz Amir tersenyum, kemudian melanjutkan, "Dari cerita tadi dapat diketahui bahwa, Khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah seorang pemimpin zuhud, yang mau bekerja keras untuk rakyatnya, pemimpin yang hidupnya sederhana sehingga beliau dapat merasakan kehidupan rakyatnya yang kesusahan. Sehingga beliau tahu kebutuhan rakyatnya, dan dengan cepat dan adil memenuhi kebutuhan mereka. Begitulah seharusnya menjadi pemimpin. Bukan hanya kepentingan pribadinya saja yang dipikirkan. Mengerti anak-anak?"

"Mengerti pak!" Jawab murid-murid.

"Nah, Anak-anakku semoga kalian dapat mengambil hikmah pelajaran hari ini. Bapak akhiri sampai disini, Insya Allah besok kita bertemu lagi. Billahi Taufiq wal Hidayah, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh." kata Ustadz Amir mengakhiri pelajaran.

"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh." jawab murid-murid serempak.