Rabu, 14 Maret 2012

Pemimpin yang Zuhud.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh," Ustadz Amir menyapa murid-muridnya. Hari itu ustadz Amir datang terlambat.

"Wa alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab murid-murid serempak.

"Selamat pagi, anak-anak, maafkan bapak, hari ini datang agak terlambat," kata Ustadz Amir seraya membuka kitab.

"Selamat pagi pak guru," jawab murid-murid.

"Hari ini bapak akan menceritakan sebuah kisah tentang Khalifah Umar bin Abdul Aziz." Kata Ustadz Amir memulai pelajaran.

"Pada suatu ketika, ada seorang wanita datang dari Irak hendak bertemu dengan Amirul Mu'minin Umar bin Abdul Aziz. Sesampai di pintu rumahnya, dia terheran-heran, kenapa tak ada pengawal atau penjaga rumah. Sehingga dia menyangka salah jalan, atau keliru rumah, lalu bertanya, "Benarkah ini rumah Amirul Mu'minin?"

"Ya," jawab orang-orang.

Wanita itu bertanya kembali, "Apakah tidak ada penjaga pintunya? Saya akan meminta izin padanya."

Mereka menjawab, "Memang tidak ada. Kalau mau, masuk saja."

Wanita itu kemudian masuk, dan didapatinya Fatimah binti Abdul Malik, istri Amirul Mu'minin, sedang duduk dalam rumah. Kedua lengan bajunya disingsingkan, rupanya dia sedang bekerja membuat kain.
Wanita itu mengucapkan salam, yang kemudian dijawab oleh Fatimah, "Masuklah, ahlan halalti, wa sahlan nazalti." (Anggaplah keluarga sendiri, dan singgah di tempat yang nyaman).

Wanita itu memandang sekeliling rumah, tetapi tak ada satu pun barang berharga. Kemudian iapun membalas sambutan tuan rumah, "Sungguh serasa dalam keluarga sendiri saja saya rasakan. Sedang kenyamanan tidak saya dapati di sini. Apakah saya akan tetap meminta rumahku diperbaiki, sedang rumah ini sendiri reyot begini?"

"Demi Allah," kata Fatimah, "Sesungguhnya kalau rumah ini reyot, maka hal itu untuk membangun rumah-rumah kaum muslimin."

Tak lama datanglah Khalifah Umar, lalu masuk rumah seraya mengucapkan salam, dan langsung menuju sumur di sudut rumah. Dikeluarkannya timba dari dalam sumur, lalu airnya diisikan ke dalam bejana-bejana yang ada. Dalam pada itu, dia memangdang terus kepada Fatimah. Mungkin ingin bertanya padanya tentang tamunya itu. Tetapi, wanita itu kemudian berkata kepada Fatimah, "Sembunyilah dari tukang timba ini. Saya lihat dia selalu memandang kepadamu. Alangkah buruknya!"

"Sesungguhnya dia itu bukan tukang timba," kata Fatimah menerangkan, "Dia Amirul Mu'minin."

Mendengar itu, berkatalah wanita itu, "Panjang umurlah engkau untuk kami hai Umar. Sungguh tak ada bedanya engkau dari kami, selain dengan banyaknya kerja keras dan zuhud yang berat."

"Nah anak-anakku hikmah apa yang dapat kita ambil dari cerita tadi?" tanya ustadz Amir pada murid-muridnya.

"Seorang pemimpin yang miskin pak guru," jawab Badu, murid yang suka menjahili temannya.

"Seorang pemimpin yang bekerja keras pak guru," kata Aminah tak mau kalah.

Mendengar jawaban murid-muridnya Ustadz Amir tersenyum, kemudian melanjutkan, "Dari cerita tadi dapat diketahui bahwa, Khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah seorang pemimpin zuhud, yang mau bekerja keras untuk rakyatnya, pemimpin yang hidupnya sederhana sehingga beliau dapat merasakan kehidupan rakyatnya yang kesusahan. Sehingga beliau tahu kebutuhan rakyatnya, dan dengan cepat dan adil memenuhi kebutuhan mereka. Begitulah seharusnya menjadi pemimpin. Bukan hanya kepentingan pribadinya saja yang dipikirkan. Mengerti anak-anak?"

"Mengerti pak!" Jawab murid-murid.

"Nah, Anak-anakku semoga kalian dapat mengambil hikmah pelajaran hari ini. Bapak akhiri sampai disini, Insya Allah besok kita bertemu lagi. Billahi Taufiq wal Hidayah, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh." kata Ustadz Amir mengakhiri pelajaran.

"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh." jawab murid-murid serempak.